Sabtu, 27 Juni 2009

Angin yang Berlari Kencang

Sebenarnya sekarang ini harusnya sudah memasuki musim kemarau, tapi beberapa waktu lalu hujan masih muncul dan tentunya menggenangi jalan-jalan di setiap sudut kota Jakarta ini. Lumayan membuat genangan yang cukup tinggi bagi para pejalan kaki, kasihan kadang mereka harus menggulung celana dan menenteng sepatunya ketika hendak berangkat kerja. Nampaknya hal ini sudah sangat biasa, sehingga pendudukpun tidaklah terlalu merisaukannya, semua ikhlas menerimanya atau sebenarnya menggerutu di dalam hati, yang jelas hal intu tidaklah menyurutkan mereka semua untuk berangkat kerja mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Sesekali pejalan kaki itu terkejut dengan aliran air yang tiba-tiba mencipratinya karena ulah sepeda motol atau mobil yang tidak mau berjalan pelan sehingga tentunya membuat celana mereka sedikit basah. Lucunya mereka tidak marah, aku sedikit bingung, apakah ini berarti mereka menerima semua ini dengan lapang dada, ataukah sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi dalam hati mereka alias acuh tak perduli, atau bahasa gaulnya "emang gue pikiran", begitu kali yang ada dalam benak mereka. Sungguh pemandangan yang aneh dan jarang terjadi.

Sedang dibalik beberapa bus yang penuh sesak, sesekali wajah-wajah di dalamnya melihat pemandangan di luar yang penuh air. Terlintas rasa kasihan dan sedih, ada juga wajah yang menyemburatkan rasa kesal di dalam hati (mungkin dia berpikir kenapa ini terus-terusan terjadi), ada juga wajah yang kosong tak berarti, bahkan ada mata yang terkantuk memandang dengan berat dan sedikit acuh tak perduli (mungkin semalam kurang tidur karena begitu banyak beban yang harus dikerjakan, atau begadang menonton sepakbola di tv he he). Pemandangan yang kulihat dari sebuah sedan mulus yang tercemar genangan air membuat mobil tersebut sedikit kotor walau dibandingkan dengan mobil-mobil lainnya masih mentereng catnya tertimpa cahaya matahari. Kulihat wajah cantik di sisi kiri dan wajah elegan duduk di sampingnya, di depan supir menatap pasrah kemacetan yang terjadi. Dua wajah ini nampak tenang sekali, ada yang membaca koran sembari menonton tv, ada yang menelpon dan tergelak-gelak menyelingi. Mereka terjebak macet dan banjir tapi mereka masih bisa menyenangkan diri, sungguh beruntung sekali.

Kota ini sungguh sudah sesak sekali, berisi bangunan bertingkat tinggi nan mewah, walau sebenarnya di belakangnya tersembunyi hunian kumuh dari rakyat yang tak mampu membeli rumah. Banyak hunian di sepanjang rel kereta yang dibuat dengan asal jadi, seperti bekas seng atau kardus yang ditumpuk kanan kiri untuk menutupi dari hujan dan sengatan matahari. Cukuplah bagi mereka untuk merebahkan diri dan memulihkan tenaga untuk keesokan harinya lagi.

Tiba-tiba aku tersentak kaget karena angin kencang menderu dan berlari, semua menjadi kacau dan berusaha menyelamatkan diri. Dalam hitungan 2 menit kemudian anginpun berhenti. Aku yang tadi terdiam kaku mulai berani menatap kanan dan kiri. Rupanya keadaan menjadi riuh rendah dan semrawut sekali. Banyak pohon-pohon peneduh jalan tumbang dan menimpa mobil-mobil di bawahnya. Tentu saja kacau dan hingar bingar suara-suara jadi menambah bingung hati. Akupun cepat berlari dan pulang.

Sore hati ketika luang, aku menyalakan tv, mendengar berita sore hari. Kulihat banyak sekali pohon tumbang yang menyebabkan kerusakan pada mobil yang ditimpanya, belum lagi ada pengendara motor yang meninggal karenanya. Masyaallah, rumah petak kumuh di belakang gedung mewah itu juga disapu angin tanpa permisi dan menambah sedih rakyat yang miskin ini. Gedung besarpun tak luput dari sentuhan angin yang menyapa dan membawa apa saja yang ia lewati. Angin itu bernama puting beliung. Dari namanya kita sudah bisa menerka bagaimana ia lewat dan memutar dengan cepat sehingga apa saja yang dilaluinya akan ikut terbawa.

Subhanallah ya Robbi, angin itu juga ciptaanmu. Angin biasa bertiup lembut dan menyejukan seluruh manusia yang tinggal di bumi. Angin pula yang menolong perahu-perahu nelayan untuk pergi mencari ikan. Angin lembut juga membuat kita semua betah duduk di bawah rindang pepohonan. Tapi mengapa kali ini ia menjadi kasar, ia bertiup kencang dan berlari. Allah Maha Pengasih dan Maha penyayang, IA tidak pernah menzholimi umatnya. Aku sangat percaya akan hal ini, berarti kesalahan ada pada diri kita penduduk bumi. Akupun coba untuk merenungi, mungkin karena tidak banyak lagi tanaman bakau di sepanjang pantai yang fungsinya untuk mencegah erosi air laut serta memecah angin agar tidak kencang ke daratan. Hutan bakau yang sangat berarti itu memang kini sudah ditebangi dan daerah hutan itu telah menjadi komplek perumahan mewah yang sangat indah dan mahal dengan pemandangan laut yang sangat menakjubkan. Berarti mungkin itu satu kesalahn yang baru kutemui, atau juga mungkin karena penggundulan bukit-bukit dengan menebang pepohonannya dan tidak menanamnya kembali, sehingga hutan dan bukit jadi gundul dan anginpun leluasa lewat gak usah permisi lagi (ibarat orang yang sudah botak kepalanya, tentunya keringat langsung mengalir gak ada yang nahan lagi he he). Atau bahkan yang lebih parah jika hutan atau bukit-bukit tersebut sudah diratakan dan dijadikan perumahan lagi. Ya sudah lengkaplah semua kesalahan kita manusia bumi ini. Semoga kita cepat menyadari dan memperbaiki keadaan ini...

Keindahan Warna Bunga

Beberapa waktu yang lalu aku serta keluargaku berjalan-jalan mengisi hari sabtu yang biasanya kami hanya tinggal di rumah saja, paling-paling membaca majalah, nonton tv, maen tanah memberesi bunga-bunga, atau makan apa saja yang ada, bahkan juga tidur saja memanjangkan kaki he he. Anak-anak merasa bosan akhirnya kami putuskan untuk pergi ke Kebun Bunga Nusantara di Cipanas Puncak. Sebenarnya malas untuk pergi kes
ana, karena membayangkan macetnya jalanan menuju kesana dan juga pasti melelahkan, membayangkannya saja aku sedikit sebal, tapi demi anaka-anak akhirnya kamipun berangkat.

Sudah ditebak diawalnya, kami terjebak macet di jalan tol saja sudah merayap seperti semut beriringan. Mobil bergerak satu meter lalu berhenti, kemudian maju lagi seperti tadi. Sungguh menjengkelkan, tapi yah apa hendak dikata sudah gak bisa mundur lagi. Anak-anak mencoba mengisi kebosanannya dengan memakan camilan, hingga ludes tentunya, gak tanggung-tanggung merekapun akhirnya tertidur juga. Tapi ini sangat menguntungkan, karena aku dan ayahnya tidak sebal mendengarkan ocehan mereka semua he he. Akupun memutar lagu keras-keras agar kantuk yang mulai menyerangku dapat hilang sedikit, karena si ayah protes katanya ia seperti jadi sopir, habis penumpangnya pada tidur semua. Iya juga ya jadi mirip supir bis antar kota, yang penumpangnya sering tertidur dengan gaya yang aneh serta mengiler tentunya. Yah terpaksa aku juga mencoba meraih sebuah permen pedas agar mata ini semakin membelalak terbuka. Rupanya permen itu cukup manjur juga, akhirnya mataku mulai membesar dan dudukkupun mulai tegak kembali. Dan sungguh senang hatiku ternyata jalanan macet tadi sudah terlewati. Kamipun meluncur dengan senang hati.

Tak lama kamipun sampai di kebun bunga tersebut, anak-anak bangun an berteriak riang sekali. Setelah membeli tiket masuk dan tak lupa membeli minuman serta camilan kecil buat teman mengunyah sembari melihat keindahan taman bunga ini. Baru masuk saja kami sudah disongsong dengan beraneka bunga berwarna-warni yang tersusun rapi. Semua itu membuat hati tidak saja senang, tapi juga sejuk serta mata menjadi segar sekali. Subhanallah, padahal bunga-bunga itu hanyalah bunga-bunga biasa yang disusuna rapi dan berselang-seling warnanya. Barisan warna bunga membentuk konfigurasi warna yang sangat indah. Ini adalah karunia Illahi, warna-warna bunga tersebut mampu menghipnotis mata serta membuat hati menjadi sejuk dan bahagia. Begitu banyak warna bunga yang terdapat di alam ini, begitu banyak bentuk bunga yang indah dan menawan hati. Semua ini Allah buat untuk kita penduduk bumi.

Aku berhenti dan menatap hamparan bunga sepanjang mata memandang. Satu bunga dengan lainnya warnanya tidak sama, bentuknyapun demikian juga. Sungguh Besar Kuasa Illahi yang menciptakan semua ini. Ah semakin aku berjalan semakin aku tertegun-tegun menatap santapan mata yang indah ini. Anak-anak sesekali memanggilku agar berjalan sedikit cepat, mereka tidak sabar melihat aku berjalan celinguk sana dan celinguk sini mirip orang bingung. Padahal aku sudah sering melihat bunga-bunga seperti ini. Tapi susunan bunga-bunga dengan pengaturan warna bunga inilah yang membuatku takjub dan baru merasakan betapa Allah Maha Segalanya, ciptaannya semua indah dan berarti. Allah ingin memanjakan manusia sebagai penduduk bumi ini dengan menciptakan bunga yang berwarna-warni. Allahpun memberikan segala yang ada di bumi ini untuk kita manusia sebagai penduduk bumi. Segalanya untuk kita, manusia bumi. Tapi mengapa rasa terima kasih dan syukur kepadaNya sering terabaikan. Aku jadi malu hati, semoga kita semua dapat membaca alam ini dan menjaganya juga mencoba untuk selalu bersyukur padaNya sampai akhir nanti. Amin.

Jumat, 26 Juni 2009

Kisah Ilalang..



Sepanjang perjalanan dari Jakarta yang kulalui berharap sampai di kota kelahiranku dan berjarak 6 jam saja melewati pelabuhan Merak yang berada di Cilegon. Berangkat dari Jakarta setelah sholat subuh biar tidak terjebak macet pikirku. Tapi ternyata karena Sabtu ini hari libur, pagi haripun jalanan sudah mulai ramai diisi dengan mobil-mobil yang kurasa isinyapun sama, yaitu keluarga yang hendak berlibur. Akupun agak sedikit mempercepat laju mobil yang kukendarai, dan terus terang saja ini kali pertamaku pulang kampung mengendarai mobil sendiri. Biasanya aku menumpang dengan keluarga kakakku, tapi karena tempatnya penuh dengan barang bawaan, maka tentu saja kami sekeluarga dengan 3 jiwa ini tidak dapat menumpang tentunya. Yah akhirnya dengan terpaksa aku beralih profesi menjadi supir cadangan. Untungnya ada keponakanku yang mau menggantikan bila aku mulai letih mengendarai mobil yang harus sedikit berkonsentrasi karena jalanannya banyak yang berlubang. Kadang-kadang anakku meledekku, katanya jalanannya sudah seperti wajahku yang banyak berlubang bekas jerawat yang kupencet-pencet sehingga membengkak dan akhirnya berlubang-lubang. Wah kalo kupikir-pikir ada benarnya juga he he.

Sepanjang perjalanan di Jakarta sangat bosan dengan pemandangan kotak-kotak bangunan yang menjulang tinggi dan kemacetan yang membuat penat kaki. Mungkin kalau bisa protes tentunya kaki inipun minta diganti dengan yang baru biar fit lagi. Akhirnya kamipun dapat menikmati pemandangan Sawah yang menghampar, walaupun dijung sawah itu sudah mulai muncul bangunan yang bertebaran. Kupikir sebentar lagipun di sepanjang jalan tol Merak ini nantinya tidak akan dapat lagi kunikmati hamparan hijau sawah seperti ini. Kemanakah para petani itu kakan pergi mencari tanah pengganti ya?

Diujung jalan keluar tol Merak, kamipun disuguhi hamparan laut yang membentang luas dan kelihatan tak bertepi. Entah mengapa walaupun sudah sangat sering melihat lautan, aku tidak pernah bosan memandangnya lagi. Entahlah, seperti ada banyak hal dalam lautan yang masih menyimpan misteri, lautan sangat mempesona dan mengandung sedikit misteri menurutku. Aku tak pernah dapat menjabarkannya dengan baik perasaanku tentang lautan. Jika malam hari wajah lautan sangat mengagumkan dan sedikit membuat takut dalam sanubari ini. Mungkin karena aku sering melihat warnanya yang hijau dan tak dapat ditembus mata ke bawah, betapa dalamnya lautan itu, bagaimana kehidupan di dalamnya. Ada apa saja di bawah sana, dan banyak pertanyaan menggelayuti hati ini.

Akhirnya sampailah kami di kapal yang akan membawa kami ke kampung halaman tercinta. Tentu saja masih memandangi lautan dan terkadang sedikit melihat tontonan ikan-ikan besar yang melompat di atas permukaan laut dengan indahnya. Gugusan pulau-pulau kecil yang ada sekaligus menambah keindahan lautan ini dengan warna hijau tanaman di atasnya. Puas memandang laut kamipun tertidur selama perjalanan ini, lumayan hitung-hitung mengisi batere agar waktu bangun sudah segar lagi. Sesekali tidur terganggu dengan suara musik yang menghentak keras dari kapal ini. Bunyi terompet kapal 3 kali, membuat kami semua bersiap-siap yang tandanya kapal telah sampai di pelabuhan BakauHeni, hanya 2 jam saja ternyata.

Kembali mobil menuruni kapal dan kamipun mendarat di ujung pulau Sumatera ini, tentu saja senang hati ini. Sepanjang perjalanan masih banyak kebun-kebun di kanan dan kiri, seperti kebun pisang, kebun jagung, singkong dan sesekali diselingi tambak udang yang menghampar. Pemandangan ini sangat melegakan hati. Mataku tertumbuk pada hamparan lapangan kosong yang ditubuhi ilalang yang sudah sangat tinggi, dan serentak sedang berbunga warnanya putih seperti kapas, indah sekali. Mungkin bangi petani, ilang ini merupakan musah besar yang sangat menggangu sekali, tetapi Allah SWT menciptakan apa saja di muka bumi ini tidaklah sia-sia dan selalu ada manfaatnya. Teringat d waktu kecil aku senang sekali mengambil bunga ilalang ini dan menaruhnya di dalam kaleng bekas yang kujadikan sebagai vas bunga, indah sekali menurutku waktu itu dan sampai kini akupun masih menyukainya. Tapi aku sering dimarahi ibuku bila membawa pulang sering-sering, karena sehabis memetik bunga ilalang itu aku akan menjadi gatal-gatal dari tangan, kaki dan wajahku yang terkena sewaktu memetiknya. Dan belum lagi bajuku menjadi sulit dicuci karena butiran-butiran biji di dalam bunga ilalang terlepas dan menyangkut di bajuku. Walaupun mengomel ibuku akan memberi badanku seperti minyak telon untuk mengurangi gatal di badanku. Anehnya aku tetap tidak kapok juga dan terus membawa bunga ilalang bila sehabis bermain dengan teman-teman.

Ternyata walaupun sebagai gulma yang mengganggu tanaman pertanian, ilalang juga sekarang telah ditemukan manfaat positifnya. Seperti akar ilalang sudah dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan sudah dijual di pasar-pasar tradisional maupun di swalayan besar, Subhanallah! Belum lagi daunnya yang keset dan tajam itu dapat digunakan sebagai makanan ternak, juga dianyam sebagai atap rumah. Juga potongan daun keringnya dapat dibuat mulsa untuk menutupi tanah agar tanah tetap gembur dan subur. Ternya ilalang ini banyak juga manfaatnya, sungguh tidak sia-sia ciptaan Ilahi Robbi. Semoga kita semua akhirnya dapat menguak satu persatu setiap ciptaannya yang masih belum kita mengerti manfaatnya kini. Amin.


Lautku...


Masa kecilku sering sekali bermain ke laut. Hampir setiap minggu aku, ayah, ibu, adik serta kakakku selalu meluangkan waktu untuk bertamasya ke laut. Jelas aja, lha karena rumahku tidaklah jauh dari laut dan juga karena biaya rekreasi cukup murah tentunya he he. Hanya saja kadang membuatku bosan karena permainan yang ada di tempat rekreasi itu hanya sedikit, hanya ada beberapa ayunan, ataupun perosotan yang sudah usang dan tidak menarik. Tidak seperti tempat rekreasi laut yang ada sekarang ini yang begitu banyak wahana bermainnya yang sangat menarik hati. Tentunya saja kita harus merogoh kocek cukup banyak ya. . seperti di Ancol, atau tempat rekreasi laut lainnya. Tapi aku sudah bersyukur pada waktu itu karena biasa rekreasi murah meriah.

Di laut kampungku itu aku biasa berenang di tepinya saja, ya jelas seumur aku sekolah dasar aku belum bisa berenang, yah bisa diduga pasti aku menggunakan ban sebagai penopang tubuhku. Tapi jangan harap ban renangku itu indah bergambar warna warna ataupun bergambar tokoh kartun seperti Mickey Mouse, Tom and Jerry idola anak-anak masa kini. Ban renangku hanyalah bekas ban dalam mobil yang sudah penuh tambal sana dan sini, itupun dengan menyewa pada penduduk setempat yang juga mendapatkan peluang usaha menyewakan ban. Ternyata penduduk setempat yang pekerjaaan sehari-harinya sebagai nelayan itu, mampu membaca peluang usaha yang ada di depannya. Walhasil pendapatan sampingan mereka jadi cukup lumayan, apalai bila hari liburan sekolah tiba, jelas pengunjung datang berbondong-bondong sampai tempat itu penuh sesak. Wah, Allah memang adil ya, semua mendapatkan rezeki sesuai dengan usaha mereka. Malah waktu itu aku sempat berfikir, "enak sekali ya bisa mendapatkan uang banyak dalam sehari saja?", padahal yang menyewakan ban ban untuk renang itu adalah anak-anak juga, yang bila selepas sekolah mereka membantu orang tuanya dan bila hari libur merekapun bekerja. Ada yang menyewakan ban, ada yang menjual umang-umang (itu lho sejenis keong yang suka ngumpet di dalam pasir di tepi pantai). Aku juga dulu suka membelinya, senang saja memainkannya karena bila kita usik, maka umang-umang itu akan masuk ke dalam cangkangnya yang digunakan sebagai rumah tempat tinggalnya. Ternyata di kota-kota besar masih kudapati penjual umang-umang ini, tapi menariknya mereka telah mengemasnya dengan melukis rumah umang-umang itu dengan berbagai macam gambar yang menarik hati anak-anak maupun orang dewasa. Rupanya penjual umang-umang sudah semakin cerdik dan pintar.

Aku juga suka menangkapi ikan-ikan kecil yang sangat indah dan berwarna warni, ada yang biru, kuning, merah campur hitam. Tapi aku dulu tidak tau namanya, aku hanya menyebutnya sesuai dengan warna ikan itu saja, si kuning, si biru dll. Aku akan memasukkan tangkapanku itu ke dalam ember kecil atau kaleng bekas yang selalu kubawa bila ke laut. Dulu aku dapat dengan mudah menangkap ikan-ikan kecil itu hanya dengan tanggok kecil aja, maka ikan bisa kudapat. Aku juga heran mengapa ikan-ikan itu senang bergerombol banyak di laut dekat bebatuan dan sangat mudah menangkapnya. Dan lucunya aku terkadang menangkap ikan yang tidak berwarna (transparan), tapi oleh ibuku disuruh dilepaskan kembali, katanya ikannya tidak cantik, dan kata ibuku dulu ikan itu namanya ikan Teri, biasa digoreng dan dimakan. Bila ingat itu aku tersenyum sendiri, bagaimana tidak karena sekarang aku masih suka memakan ikan teri itu baik digoreng juga sebagai ikan asinnya he he. Kembali ke ikan-ikan cantik yang berwarna-warni itu, biasanya sesampai di rumah aku senang memandanginya. Tapi beberapa hari kemudian akan mati, ternyata dulu aku mencampur airnya dengan air sumur di rumahku. Aku belum mengerti bila ikan laut airnya harus air asin, tidak sama dengan ikan air tawar yang biasa hidup dari air sumur di rumah, walaupun asalnya dari sungai-sungai. Wah jadi geli mengingat kebodohanku di waktu kecil. Yah hitung-hitung belajar secara langsung ya he he.

Selain berenang, aku juga suka bermain pasir dengan membentuknya menjadi istana-istana yang kucetak dari ember kecil atau kaleng-kaleng bekas dan menyusunnya satu persatu sehingga membentuk sebuah istana yang indah (waktu itu kubilang indah..he he). Tapi aku akan senewen bila tiba-tiba ombak laut datang dan merubuhkan serta menyeret istana pasirku menjadi rata lagi. Sembari menggerutu biasanya aku akan pergi menemui orang tuaku, dan mereka bilang agar aku membuatnya kembali, sungguh jawaban yang datar sekali ya? Dan biasanya ibuku akan membelikanku jagung bakar yang banyak dijual disana, dan itu cukup membuat aku diam sejenak. Tak lama memakan jagung akau akan kembali mencari keong-keong cantik atau batu karang-batu karang yang banyak terdampar disana. Biasanya akan kukumpulkan dan kubawa pulang, walau sampai di rumah hanya kutaruh saja sebagai koleksi. Dan yang lucunya aku begitu takut bila badanku nyangkut pada rumput laut yang banyak tumbuh alami disana. Kupikir itu binatang yang menjijikkan karena bentuknya seperti karang dan licin-licin. Padahal sekarang ini aku baru menyadarinya, bahwa rumput yang licin dan menjijikkan itu ternyata mengandung protein dan serat yang tinggi dan baik untuk kesehatan kita semua. Rumput itulah yang biasa dibuat agar-agar sekarang ini, dengan rasa yang sudah bermacam-macam dan berwarna-warni dan sangat disukai anak-anak. Aku yang dulu jijik dengan rumput laut itu, sekarang senang sekali memakannya sebagai agar-agar, juga sebagai campuran untuk minuman atau es buah segar, bahkan sekarang sudah ada dodolnya juga. Ternyata Allah memberikan segala isi di bumi kita ini sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan kita semua. Subhanallah, walaupun telat aku baru menyadarinya setelah tua ini. Ini baru pelajaran kecil yang terbaca olehku, semoga kita semua cepat menyadari kekayaan alam bumi ini dan bisa belajar megolahnya dengan baik dan benar sehingga mampu memanfaatkannya baik untuk kita sendiri maupun untuk semua penduduk bumi ini.

Rumput laut ini sekarang sedang digalakkan pembudidayaannya, karena hasilnya yang cukup tinggi dan dapat mendongkak pendapatan nelayan yang juga sebagai petani rumput laut. Selain penghasilan yang cukup tinggi, petani rumput laut ini juga dapat menanami laut dengan gratis, karena tidak perlu membayar sewa kepada Allah yang mempunyai laut dan alam semesta ini. Jadi masih terbuka luas untuk bertani rumput laut. Semoga kita semua dapat mengelola laut dengan baik dan memanfaatkannya dengan baik...




Rabu, 24 Juni 2009

Lagu semasa kecilku

Jam menunjukkan pukul 9 pagi, dan tugas harianku membenahi rumah sudah selesai. Menyapu butiran-butiran debu yang menghitam karena terselimuti udara di Jakarta yang tersesaki oleh polisi eh polusi. Yang kadang membuatku bersin-bersin mendadak ketika kumpulan debu-debu itu tersapu lewat wajahku dan tentunya tanpa permisi lagi masuk ke dalam hidungku (yang lumayan besar he he), tentunya debu-debu itu leluasa berlarian menuju hidungku dan inginnya masuk ke dalam paru-paru untuk bertamu. Huh! enak sekali dia masuk tanpa meminta ijin dulu padaku. Sembari mengomel dalam hati tetap saja kukumpulkan onggokan debu-debu itu dan menguncinya dalam tempat sampah. Biar dia bisa merasakan betapa tidak enaknya aku ketika dia menggelitiki hidungku, rasakan itu!
Pekerjaan pertama telah kuselesaikan dengan mulusnya, he eh kenapa aku jadi agak narsis begini ya? Tapi kan sekarang narsis sedang naik daun, bolehlah aku sedikit tertular itu. Ah sudahlah, aku harus mengambil ember dan mengisinya dengan air serta campuran satu tutup botol karbol, ramuan ini sungguh sangat berkhasiat untuk membuat lantai mengkilap serta bebas kuman (tentu saja ini promosi dari produsen karbol itu tentunya). Kelihatan mengkilap memang! Sudahlah yang penting tugas keduapun sudah aku rampungkan dengan sempurna menurut mataku, karena semua lantai telah terlihat basah merata, walau kadang-kadang aku lupa untuk sering membilasnya, jadi kebersihannya kayanya belum teruji he he. Yang yang penting sudah menggugurkan tugas kedua ini. Jadi teringat waktu ku kecil, yang penting tugas selesai, hasil dipikirin belakangan.
Yup! Sekarang melompat ke pekerjaan ketiga, apalagi kalo bukan menggosok baju yang dicuci kemarinnya tentunya. Pekerjaan menggosok kukerjakan dengan kilat khusus, karena pinggang sudah mulai ngadat menggeliat kanan dan kiri minta penangguhan dari duduk, maksudnya tiduran gitu, mungkin si pinggang sudah mulai bosan duduk tanpa gaya. Mana kaki juga mulai ikutan ngadat minta diselonjorin. Ya sudah jadilah menggosok cepat ala ibu pemalas ini, alias melipat baju dan menggosok hanya sekedarnya saja, licin dan rapih tidak ditanggung he he. Selesai juga baju-baju itu berbaris dengan rapih dan siap diantarkan ke dalam lemari.
Akhirnya sampai juga aku di depan TV, tentunya saja di atas kursi panjang tuaku hasil warisan dari Pamanku yang sudah tiada. Betapa leganya ketika kuselonjorkan kaki, kuambil bantal untuk menopang leher yang sudah bosan menggantung terus he he. Sedikit suara gemeretak tulang-tulang tangan dan kaki ketika aku menggeliatkan badan ini. Dan kuambil remote TV dan kunyalakan sembarangan saluran. Duh! Kulihat pemandangan indah di layar kaca kecil itu, betapa tidak, hamparan luas lautan yang membiru, menghampar di bumi kita Indonesia ini, belum lagi keindahan pegunungannya yang kokoh berdiri gagah dan kuat, begitu mempesona. Ombak lautan yang sesekali membuat garis-garis putih datang menghampiri tepian dan beberapa saat kemudian pergi. Sungguh indah dan harmoni sekali wajah lautan. Dan ketika melihat ke atas, langit yang membirupun menghampar mengayomi lautan dan gunung di bawahnya. Tak kalah dengan laut, langitpun dihiasi dengan awan-awan yang bergerak beriringan seperti anak-anak kecil berjajar bersama dan bermain senang.
Aku jadi teringat sebuah lagu sewaktu aku kecil dulu, ada sedikit yang masih terekam dalam benakku hingga sekarang, dan jujur saja aku lupa akan judulnya apalagi pencipta lagunya. Tapi aku sangat berterima kasih bagi pencipta lagu tersebut, karena lagu itu selalu membuatku tersentuh dan teringat akan kekuasaan Allah yang mempunyai laut, gunung dan langit yang begitu indah tak bertepi. Ini penggalan lagu tersebut:
Betapa kecil diriku rasa
Setiap kali langitku pandang
Hanyalah satu hanyalah Puji
Yang dapat kuucapkan saja
Langit langit tiada batas tinggi dan luas
Langit langit
Betapa besar Agung Raya
Alam Semesta
Aku hanya mengingat sepenggal bagian itu saja, mohon maaf bila ada kata-kata yang salah dari lagu tersebut. Anehnya lagu itu kunyanyikan sewaktu aku duduk di sekolah dasar lebih dari 30 tahun lalu dan sampai sekarang aku masih sering menyenandungkannya. Entahlah ada apa dengan lagu itu sehingga masih terekam kuat dalam memori otakku. Terkadang bila menyanyikannya aku begitu menjiwainya sepenuh hati, sampai buliran air mata terjatuh menetes satu persatu. Entah mengapa hal itu terjadi sampai sekarang aku tidak tahu. Aku hanya merasakan begitu kecilnya diri ini di hadapan empunya langit dan bumi ini. Tetesan air mata itu mengiringi slide-slide masa lalu, dan menampakkan rentetan-rentetan kesalahan masa kecilku, langkah-langkah keliru di masa dewasa hingga aku sekarang ini. Sepertinya lagu itu mengingatkan diriku akan kuasa Ilahi pemilik langit dan bumi ini. Semoga aku dapat mengedit diri ini dan mengisi coretan-coretan hidupku dengan baik seperti yang kuinginkan dan sesuai dengan jalanNya yang lurus. Selalu berharap! Amin.